iv style="text-align: justify;">
Apa Itu Kimia ?
Kimia (dari bahasa Arab كيمياء "seni transformasi" dan bahasa Yunani
χημεία khemeia "alkimia") adalah ilmu yang mempelajari mengenai
komposisi dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta
perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk
materi yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman
sifat dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan
pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik. Menurut kimia modern,
sifat fisik materi umumnya ditentukan oleh struktur pada tingkat atom
yang pada gilirannya ditentukan oleh gaya antaratom.
Kimia berhubungan dengan interaksi materi yang dapat melibatkan dua zat atau antara materi dan energi, terutama dalam hubungannya dengan hukum pertama termodinamika. Kimia tradisional melibatkan interaksi antara zat kimia dalam reaksi kimia, yang mengubah satu atau lebih zat menjadi satu atau lebih zat lain. Kadang reaksi ini digerakkan oleh pertimbangan entalpi, seperti ketika dua zat berentalpi tinggi seperti hidrogen dan oksigen elemental bereaksi membentuk air, zat dengan entalpi lebih rendah. Reaksi kimia dapat difasilitasi dengan suatu katalis, yang umumnya merupakan zat kimia lain yang terlibat dalam media reaksi tapi tidak dikonsumsi (contohnya adalah asam sulfat yang mengkatalisasi elektrolisis air) atau fenomena immaterial (seperti radiasi elektromagnet dalam reaksi fotokimia). Kimia tradisional juga menangani analisis zat kimia, baik di dalam maupun di luar suatu reaksi, seperti dalam spektroskopi.
Semua materi normal terdiri dari atom atau komponen-komponen subatom yang membentuk atom; proton, elektron, dan neutron. Atom dapat dikombinasikan untuk menghasilkan bentuk materi yang lebih kompleks seperti ion, molekul, atau kristal. Struktur dunia yang kita jalani sehari-hari dan sifat materi yang berinteraksi dengan kita ditentukan oleh sifat zat-zat kimia dan interaksi antar mereka. Baja lebih keras dari besi karena atom-atomnya terikat dalam struktur kristal yang lebih kaku. Kayu terbakar atau mengalami oksidasi cepat karena ia dapat bereaksi secara spontan dengan oksigen pada suatu reaksi kimia jika berada di atas suatu suhu tertentu.
Zat cenderung diklasifikasikan berdasarkan energi, fase, atau komposisi kimianya. Materi dapat digolongkan dalam 4 fase, urutan dari yang memiliki energi paling rendah adalah padat, cair, gas, dan plasma. Dari keempat jenis fase ini, fase plasma hanya dapat ditemui di luar angkasa yang berupa bintang, karena kebutuhan energinya yang teramat besar. Zat padat memiliki struktur tetap pada suhu kamar yang dapat melawan gravitasi atau gaya lemah lain yang mencoba merubahnya. Zat cair memiliki ikatan yang terbatas, tanpa struktur, dan akan mengalir bersama gravitasi. Gas tidak memiliki ikatan dan bertindak sebagai partikel bebas. Sementara itu, plasma hanya terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas; pasokan energi yang berlebih mencegah ion-ion ini bersatu menjadi partikel unsur. Satu cara untuk membedakan ketiga fase pertama adalah dengan volume dan bentuknya: kasarnya, zat padat memeliki volume dan bentuk yang tetap, zat cair memiliki volume tetap tapi tanpa bentuk yang tetap, sedangkan gas tidak memiliki baik volume ataupun bentuk yang tetap
PETUNJUK PEMBUATAN PRODUK
Kimia berhubungan dengan interaksi materi yang dapat melibatkan dua zat atau antara materi dan energi, terutama dalam hubungannya dengan hukum pertama termodinamika. Kimia tradisional melibatkan interaksi antara zat kimia dalam reaksi kimia, yang mengubah satu atau lebih zat menjadi satu atau lebih zat lain. Kadang reaksi ini digerakkan oleh pertimbangan entalpi, seperti ketika dua zat berentalpi tinggi seperti hidrogen dan oksigen elemental bereaksi membentuk air, zat dengan entalpi lebih rendah. Reaksi kimia dapat difasilitasi dengan suatu katalis, yang umumnya merupakan zat kimia lain yang terlibat dalam media reaksi tapi tidak dikonsumsi (contohnya adalah asam sulfat yang mengkatalisasi elektrolisis air) atau fenomena immaterial (seperti radiasi elektromagnet dalam reaksi fotokimia). Kimia tradisional juga menangani analisis zat kimia, baik di dalam maupun di luar suatu reaksi, seperti dalam spektroskopi.
Semua materi normal terdiri dari atom atau komponen-komponen subatom yang membentuk atom; proton, elektron, dan neutron. Atom dapat dikombinasikan untuk menghasilkan bentuk materi yang lebih kompleks seperti ion, molekul, atau kristal. Struktur dunia yang kita jalani sehari-hari dan sifat materi yang berinteraksi dengan kita ditentukan oleh sifat zat-zat kimia dan interaksi antar mereka. Baja lebih keras dari besi karena atom-atomnya terikat dalam struktur kristal yang lebih kaku. Kayu terbakar atau mengalami oksidasi cepat karena ia dapat bereaksi secara spontan dengan oksigen pada suatu reaksi kimia jika berada di atas suatu suhu tertentu.
Zat cenderung diklasifikasikan berdasarkan energi, fase, atau komposisi kimianya. Materi dapat digolongkan dalam 4 fase, urutan dari yang memiliki energi paling rendah adalah padat, cair, gas, dan plasma. Dari keempat jenis fase ini, fase plasma hanya dapat ditemui di luar angkasa yang berupa bintang, karena kebutuhan energinya yang teramat besar. Zat padat memiliki struktur tetap pada suhu kamar yang dapat melawan gravitasi atau gaya lemah lain yang mencoba merubahnya. Zat cair memiliki ikatan yang terbatas, tanpa struktur, dan akan mengalir bersama gravitasi. Gas tidak memiliki ikatan dan bertindak sebagai partikel bebas. Sementara itu, plasma hanya terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas; pasokan energi yang berlebih mencegah ion-ion ini bersatu menjadi partikel unsur. Satu cara untuk membedakan ketiga fase pertama adalah dengan volume dan bentuknya: kasarnya, zat padat memeliki volume dan bentuk yang tetap, zat cair memiliki volume tetap tapi tanpa bentuk yang tetap, sedangkan gas tidak memiliki baik volume ataupun bentuk yang tetap
PETUNJUK PEMBUATAN PRODUK
DETERGEN PENCUCI PIRING
PENDAHULUAN
Fungsi utama dari detergen pencuci piring (dishwashing) adalah
untuk membersihkan berbagai peralatan dapur dan peralatan makan sehari-hari.
Ada dua macam detergen pencuci piring yaitu detergen manual (hand dishwashing)
dan detergen otomatis (automatic dishwashing). Detergen manual banyak digunakan
pada skala rumah tangga ketika membersihkan peralatan dapur dalam jumlah kecil,
sedangkan detergen automatis digunakan ketika membersihkan peralatan dapur
dalam jumlah besar karena dipercaya lebih efisien baik dari segi energi maupun
dalam jumlah air yang digunakan,
Detergen pencuci piring dewasa ini adalah pasar yang besar dan terus
berkembang diseluruh dunia. Untuk jenis detergen manual pada tahun 2005 pasar
dunia untuk item ini mencapai 6.404 juta dollar, dengan laju pertumbuhan
sebesar 33.5%. sedangkan untuk detergen automatis pasar dunia berkisar pada
angka 3.045 juta dollar dengan laju pertumbuhan 71.0% (euromonitor
international 2007).
Detergen manual dan detergen otomatis sangat berbeda dilihat dari
formulasinya hal ini disebabkan oleh mekanisme pembersihan dari tiap-tiap
prosesnya. Pada detergen manual yang proses pencuciannya menggunakan tangan
proses pengangkatan kotoran sangat bergantung pada peran dari surfaktan.
Detergen manual premium mengandung surfaktan >30%. Surfaktan yang menyusun
detergen tersebut terdiri dari gabungan surfaktan golongan anionic, nonionic
dan amphoter yang dipilih untuk memenuhi kriteria tertentu seperti kuat
mengangkat lemak, busa yang melimpah dan lembut ditangan.
Detergen otomatis mengandalkan proses pembersihan pada semprotan air
panas yang mengarah ke lengan mesin yang berputar tempat peralatan dapur.
Sedangkan bahan-bahan penyusun detergen otomatis seperti builder, bleach dan
enzim hanya sebagai bahan pembantu. Penggunaan surfaktan nonionic pada detergen
jenis ini adalah untuk membantu menurunkan tekanan permukaan air, penggunaan
surfaktan golongan ini dikarenakan busa yang dihasilkan sangat minim sehingga
tidak mengganggu atau bahkan menghentikan putaran dari lengan mesin pencuci.
DETERGEN
PENCUCI PIRING MANUAL
Pada awal peradaban manusia hanya sedikit peralatan dapur dan peralatan
makan yang dipakai oleh umat manusia, pada saat itu akses terhadap air juga
sangat terbatas. Peralatan dapur yang
kotor akan dibawa ke sungai atupun danau untuk dibersihkan, atau kalau tidak
maka mereka akan mengambil air dari sumber air untuk dibawa pulang untuk
dipakai mencuci. Kegiatan mencuci peralatan dapur mulai berubah ketika pada
tahun 1930an dimana saat itu perpipaan untuk air minum mulai berkembang. Dengan
masuknya air kerumah-rumah maka proses pencucian menjadi lebih cepat dan
sederhana. Detergen pencuci piring cair generasi pertama muncul pada era
1940an. Hingga sekarang formulasinya hampir tidak berubah seperti berikut,
Bahan jumlah (% berat) fungsi
|
Surfaktan 1-50 pembersih,pembusa
|
Hydrotrope 0-10 stabilitas fase, kelarutan
|
Garam <3 pengental
|
Pengawet <0.5 stabilitasmikrobia
|
Pengharum 0.1-1 estetik
|
Pewarna <0.5 estetik
|
Bahan
tambahan 0-3 keunggulan khusus
|
( chelant,
anti
|
Bakteri,
anti UV)
|
Air sisa vehicle
|
SURFAKTAN
PENYUSUN DETERGEN PENCUCI PIRING
Surfaktan adalah komponen utama
penyusun detergen pencuci piring manual.
Cairan pencuci piring manual biasanya terdiri atas gabungan beberapa surfaktan
yang terdispersi didalam air. Hampir sebagian besar konsumen didunia
menginginkan produk ini yang mempunyai daya bersih kuat, busa melimpah dan
awet, lembut ditangan, bau yang segar, penampilan yang menarik, mudah dibilas
aman bagi pemakai dan lingkungan serta mempunyai nilai tambah yang istimewa.
Secara umum ditinjau dari ilmu kimia
surfaktan digolongkan menjadi 4 kelompok berdasarkan muatan dari gugus polar
penyusun surfaktan. Gugus polar penyusun surfaktan yang bermuatan negative(-)
masuk kelompok surfaktan anionic, bermuatan positif(+) masuk golongan kationik,
surfaktan yang gugus polarnya bermuatan positif dan negative masuk kategori
zwitterrion sedangkan surfaktan yang gugus polarnya tidak bermuatan adalah
termasuk dalam kelompok nonionic.
Surfaktan yang paling umum dan
paling banyak digunakan untuk detergen pencuci piring cair adalah kategori
anionic kemudian berturut-turut adalah nonionic dan zwitterrion.
Parameter kimia dan fisika dari
surfaktan yang mempengaruhi kinerja dari pencuci piring cair adalah CMC (
konsentrasi micelle kritis), kemampuan untuk menyatu pada antar muka dari
minyak, padatan dan udara, kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka,
serta interaksi dengan surfaktan lain yang akan menghasilkan keuntungan
sinergis. Karakter dasar itulah yang menentukan kekuatan surfaktan atau
campuran surfaktan dalam menghilangkan lemak, karakter busa serta apakah dia
akan lembut di tangan ataukah menyebabkan iritasi.
PEMBERSIHAN
DAN PENGHILANGAN LEMAK
Proses penyisihan kotoran dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme, sepertio emulsifikasi, pelarutan langsung,
pembentukan mikroemulsi atau pembentukan fase kristal cair. Para ahli
berhipotesa bahwa kotoran anorganik padat disisihkan melalui mekanisme pembasahan
dan pembentukan suspensi, sedangkan penyisihan kotoran organic padat seperti
lemakdipecah dahulu baru kemudian disuspensikan oleh detergen. Surfakatan golongan anionic menjadi tulang
punggung detergen pencuci piring manual dikarenakan sifat pembersihannnya yang
istimewa, harganya murah dan ketersediaannya yang melimpah. Surfaktan golongan
ini yang paling banyak digunakan adalah senyawaan yang gugus hydrophobiknya
berupa sulfat (OSO3-)
dan sulfonat (SO3-). Pada senyawa sulfat atom S terhubung
dengan rantai karbon melalui perantara atom O, ikatan C-O-S lebih cenderung
untuk terhidrolisis disbanding dengan ikatan C-S seperti yang terdapat pada
senyawaan sulfonat. Senyawaan sulfonat yang umum digunakan dalam formulasi
dishwashing adalah linear alkyl benzene
sulfonat ( LAS), alpha olefin sulfonat (AOS) dan paraffin sulfonat (PS).
Sedangkan pada senyawaan sulfat meliputi alkyl sulfat (AS), alkyl sulfat
etoksilat dan alpha sulfo metal ester.
LAS menunjukkan daya bersih/
penghilang lemak yang istimewa, penghasil busa yang banyak, tidak terpengaruh
oleh air sadah karena garam Mg dan Ca yang terbentuk dengan air sadah bersifat
larut dalam air. Sedangkan kelemahan utamanya adalah sifatnya yang cenderung
keras sehingga menimbulkan iritasi dikulit. Untuk mengurari efek buruk ini
formulasi pada detergen pencuci piring LAS selalu dikombinasikan dengan
surfaktan yang mempunyai sifat lebih lembut dikulit.
AOS mempunyai sifat mirip dengan LAS
dan digunakan unuk menggantikan peran dari LAS. Dibandingkan dengan LAS senyawa
ini lebih ramah lingkungan karena lebih mudah terdegradasi dialam, selain itu
AOS lebih lembut dikulit. AOS menunjukkan pembusaan yang bagus serta kekuataan
yang superior didalam air sadah serta harganya yang kompetitif.
Alkyl sulfat etoksilat adalah surfaktan
nomor dua yang paling penting setelah LAS dilihat dari sisi nilai penggunaan
dan volume produksinya. Keunggulan utama dari surfaktan jenis ini adalah
kelarutannya yang tinggi, pembusaan yang stabil dalam larutan yang mengandung
elektrolit dan air sadah serta air yang mengandung protein. Senyawa ini juga
terkenal sangat lembut di kulit.
Daya bersih dari sebuah detergen
pencuci piring cair terbentuk dengan kombinasi yang tepat dari beberapa
surfaktan. Detergen cair tersebut
harus bisa mengabsorbsi pada permukaan
molekul kotoran, harus bersifat mudah larut, menurunkan tegangan antarmuka,
dapat mengemulsi lemak dan mencegah redeposisi.berikut ini adalah beberapa
fitur khas dari surfaktan:
- Daya bersih meningkat dengan meningkatnya panjang rantai dari gugus hydropobiknya sampai batas kelarutannya tercapai.
- Kehadiran elektrolit akan meningkatkan kinerja dari surfaktan ionic karena elektrolit akan menurunkan kadar CMC ( critical micelle concentration). Semakin rendah CMC semakin tinggi kinerja surfaktan
- Peningkatan suhu akan meningkatkan kinerja surfaktan ionic
- Surfaktan anionic sangat kuat dalam menghilangkan kotoran yang bersifat partikulat sedangkan surfaktan golongan nonionic lebih superior dalam menghilangkan kotoran yang berupa lemak.
PEMBUSAAN.
Pada dasarnya busa bukanlah
parameter penting dalam keefektifan sebuah detergen pencuci piring. Kehadiran
busa yang melimpah dalam detergen pencuci piring cair adalah lebih karena
factor tuntutan konsumen yang berfikir dengan keberadaan busa yang melimpah berbanding
lurus denngan kemampuan membersihkan dari produk tersebut. Detergen pencuci
piring cair butuh untuk menghasilkan busa yang melimpah dan tahan lama pada
saat digunakan untuk mencuci.
Surfaktan golongan anionic mempunyai
karakter pembusaan yang istimewa, tetapi tidak cukup untuk memenuhi tuntutan
konsumen sehingga dalam formulasi sebuah detergen pencuci piring cair para
formulator menambahkan surfaktan jenis nonionic untuk memperkuat pembusaan.
Senyawaan yang sering digunakan untuk memperkuat pembusaan adalah golongan
amida seperti lauryl myristyl monoethanolamide, amine oxide, betaine dan
hydrosultaine. Cocoamidopropilbetain (CAPB) adalah senyawa betaine yang sangat
lazim digunakan sebagai foam booster, bersifat zwiterrion pada pH netral dan
basa dan bersifat kationik pada pH asam. CAPB sangat kompatibel dengan
surfaktan lain dari golongan anionic dan kationik tetapi menjadi tidak
kompatibel dengan surfaktan anionic pada suasana pH yang rendah. CAPB bila
dikombinasikan dengan surfaktan anionic akan meningkatkan produk menjadi lebih
berbusa, lebih lembut dikulit serta akan meningkatkan viskositas.
Pemilihan surfaktan dan kombinasi
surfaktan untuk meningkatkan performa busa dari suatu produk detergen pencuci
piring dilakukan dengan basis trial and error. Berikut adalah beberapa pedoman
yang bisa diajdikan acuan untuk memilih surfaktan agar pembusaan menjadi
optimum:
- Performa pembusaan akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai pada rantai homolog
- Surfaktan dengan rantai bercabang akan menghasilkan busa awal yang tinggi akan tetapi kestabilan busa akan menurun
- Surfaktan nonionic menghasilkan busa awal yang sedikit dan tidak stabil
- Pada surfaktan nonionic busa akan semakin sedikit apabila memdekati titik/suhu pengkabutannya (cloud point)
EFEK
LEMBUT PADA KULIT
Suatu detergen pencuci piring cair
akan mendapatkan nilai yang buruk dimata konsumen apabila produk tersebut
menimbulkan sinyal negative seperti menyebabkan kulit menjadi kering,kulit
menjadi kemerahan, kulit mengelupas atau bisa lebih parah lagi menjadi bengkak.
Beberapa upaya dilakukan untuk menghasilkan formulasi yang nyaman bagi kulit
seperti pemilihan surfaktan yang lembut (ethoxylated alcohol,alkyl
polyglucoside), mengkombinasian surfaktan yang lembut dengan yang bersifat
keras, serta penambahan beberapa senyawa atau bahan tertentu (ekstrak lidah
buaya,polyquarternium 7, protein,enzim) untuk melawan iritasi dan kekeringan
pada kulit. Surfaktan dengan rantai karbon C12-C14 adalah surfaktan yang paling
menimbulkan iritasi pada kulit.
RAMAH
TERHADAP LINGKUNGAN
Dialam molekul surfaktan akan
direduksi menjadi CO2, H2O dan oksida melalui reaksi enzimatin yang terjadi
didalam tubuh bakteri. Laju biodegradasi sebuah surfaktan sangat tergantung
pada strukturnya. Beberapa prasyarat penting guna biodegradasi yang memadai
meliputi nilai kelarutannya di dalam air, bahan intermediate dari proses
dekomposisi surfaktan tersebut,mempunyai ikatan yang mudah diputus oleh reaksi
enzimatis. Rantai bercabang pada hidrokarbon sangat sulit untuk didegradasi dialam.
Banyak studi yang telah dilakukan berkenaan dengan pengaruh surfaktan terhadap
lingkungan dan yang paling lengkap adalah LAS. Banayak hasil penelitian
menunjukkan bahwa LAS sangat cepat terdegradasi dialam pada kondisi aerobic dan
LAS dapat terdegradasi pada kondisi oksigen yang terbatas. Kondisi anaerob terbukti mempersulit biodegradasi
dari banyak surfaktan.
No.
|
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Na LAS
|
750 gram
|
2
|
Na LES
|
1250 gram
|
3
|
CAPB
|
500 gram
|
4
|
H2O
|
10 liter
|
5
|
Fragrance oil
|
80 ml
|
6
|
Ethanol
|
optional
|
7
|
NaCl
|
150 gram
|
8
|
Pewarna
|
secukupnya
|
9
|
Na benzoate
|
3 gram
|
ALAT
- Kaleng untuk pengadukan
- Tongkat pengaduk/ mixer elektrik
- Matkan
- Gelas ukur
CARA
KERJA
- Timbang bahan sesuai ukuran yang diperlukan
- Masukan Na LAS, Na LES dan CAPB ke dalam kaleng dan aduk hingga rata (campuran I)
- Larutkan NaCl kedalam 1 liter air
- Masukkan larutan NaCl kedalam campuran I sedikit demi sedikit sambil diaduk
- Masukkan sisa air kedalam adonan diatas sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang konstan
- Setelah semua sisa air masuk dan adonan berupa pasta kental masukkan pewarna dan fragrance oil serta Na benzoate, aduk hingga rata.
- Pengadukan diteruskan hingga 30 menit dengan kecepatan yang konstan untuk menghasilkan campuran yang benar-benar homogen.
- Diamkan selama 24 jam untuk mendapatkan detergen pencuci piring yang jernih.
- Detergen siap dikemas.
SABUN
PADAT
PENDAHULUAN
Sabun adalah salah satu agen
pembersih yang dikenal paling awal oleh umat manusia. Bangsa punisia dipercaya
mengembangkan seni pembuatan sabun sejak tahun 600 SM. Catatan awal juga
menunjukkan bahwa bangsa mesir dan babilonia memproduksi sabun dengan merebus
minyak dan abu tanaman secara bersamaan. Walaupun sejarah sabun sudah berumur
tua tetapi nilai pentingnya sabun sebagai agen pembersih baru diketahui pada
awal abad pertama. Galen ( tahun 130-200 M) Seorang ahli fisika yunani dan
Jabir ibnu Hayyan seorang kimiawan terkenal (abad 8 M) adalah yang mula-mula
menyebut kegunaan sabun sebagi agen pembersih tubuh dalam tulisan mereka. Pada
abad ke 9 kota marseilles terkenal sebagai pusat produksi sabun, di
Inggris produksi sabun mulai dilakukan
pada abad ke 14. waalau sabun digunakan sebagai agen pembersih tubuh telah
dikenal sejak abad 1 tetapi metode pembuatannya dijaga kerahasiaannya oleh para
produsennya. Baru pada tahun 1775 publikasi tentang metode pembuatanya pertama
kali diterbitkan. Industri sabun semakin berkembang ketika Leblanc pada tahun
1787menemukan cara pembuatan abu soda dari garam dapur.
Hingga akhir abad 19 pproses
pembuatan sabun masih dianggap sebagai sebuah seni. Dengan pemahaman yang lebih
baik tentang sifat fisik dan struktur molekul yang unik dari surfaktan maka
tehnologi sabun mulai berkembang. Para ahli pada jamannya mulai mencari
penjelasan ilmiah dari sifat dan proses pembuatan sabun. Dan mulailah
bermacam-macam teori dan diagram fase dari sistem sabun bermunculan di banyak
literatur, pada tahap ini perlahan pembuatan sabun bukan lagi dianggap sebagai
sebuah proses seni akan tetapi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
terpisah.
Jenis sabun padat
Dewasa ini produk sabun
padat sangat bervariasi baik dari segi bahan baku pembuatan hingga fungsinya.
Secara umum sabun padat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu toilet soap (sabun mandi padat) dan
syndet bar. Toilet soap adalah sabun dalam pengertian yang sesungguhnya yang
dihasilkan dari proses saponifikasi sedangkan syndet bar adalah campuran dari
beberapa surfaktan sintetis yang dibentuk menjadi mirip sabun padan yang
fungsinya adalah untuk menggantikan toilet soap.
Toilet soap. Ditinjau dari
sudut keilmuan sabun adalah garam natrium atau garam kalium dari asam lemak
yang diproleh dengan mereaksikan NaOH atau KOH dengan lemak hewani maupun
minyak nabati. Saponifikasi minyak/ lemak dengan larutan NaOH akan menghasilkan
sabun padat didunia sabun jenis ini lazim disebut dengan toilet soap, sedangkan
pereaksian minyak/lemak dengan larutan KOH berujung pada sabun cair sebagai
hasil akhir. Produsen sabun ditiap
negara mempunyai pertimbangan tersendiri dalam pemilihan minyak yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, disamping ketersedian yang melimpah dan
sinambung tentu faktor harga menjadi perhatian utama. Dinegara dengan produksi
peternakan yang melimpah mereka cenderung menggunakan lemak hewani sebagai
bahan baku utama. Diamerika dan negara eropa adalah lazim menggunakan lemak
babi dan lemak sapi sebagai bahan baku. Dinegeri tropis penghasil minyak nabati
pilihan jatuh pada minyak sawit dan minyak kelapa.
Setiap minyak atau lemak akan
menghasilkan karakteristik tersendiri dari sabun yang diproduksi. Sehingga
untuk mendapatkan sabun yang berkualitas bagus serta memenuhi keinginan
konsumen tidak ada satu produsen yang membuat sabun dari satu jenis minyak
saja. Mereka selalu mengkombinasikan berbagai jenis minyak dan atau lemak untuk
mendapatkan sabun dengan karakter yang diinginkan. Produsen di eropa
mengkombinasikan lemak hewani dengan minyak kelapa dan lemak hewani dengan
minyak inti sawit. Dinegara asia terutama asia tenggara produsen memilih
kombinasi minyak kelapa dengan minyak sawit dan kombinasi antara minyak inti
sawit dengan minyak sawit. Sabun jenis ini (toilet soap) merupakan agen
pembersih yang istimewa akan tetapi kadang bersifat keras terhadap kulit
manusia, sabun jenis ini terbagi atas beberapa tipe yaitu:
- Sabun domestik ( domestic/household soap), sabun tipe ini terdiri atas 63% sabun asam lemak.
- Sabun dengan kandungan lemak berlebih (superfatted soap) pada beberapa resep juga mengandung emolien dan FFA dalam jumlah tertentu.
Sebenarnya penambahan lemak
seperti asam lemak bebas dari kelapa ditujukan untuk menambah volume dan
kekayaan busa yang dihasilkan. Penambahan FFA ini juga untuk menetralkan sisa
soda (NaOH) yang mempunyai efek keras terhadap kulit. Prosentase penambahan FFA
berkisar pada angka 5% yang ditambahkan kedalam sabun fase cair sebelum tahap
Flash Drying.
Sabun mandi padat ini harus
mengandung sebuah sistem pengawetan yang layak. Secara umum sistem ini adalah
kombinasi antara agen pengkhelat seperti EDTA dengan antioksidant. Agen
penghelat akan membentuk senyawa komplek bila bertemu dengan ion-ion logam
bebas, antioksidan berfungsi untuk mencegah timbulnya reaksi oksidasi dari
komponen lemak. Sebagai contoh keberadaan ion cu atau fe dapat menyebabkan diskolorisasi
dan timbulnya bau tak sedap dari reaksi oksidasi lemak tak jenuh.
Sabun mandi padat (toilet soap)
selain mempunyai fungsi primer sebagai media pembersih pada produk tertentu
mempunyai fungsi sekunder sebagai sabun anti kuman. Fungsi antikuman ini
didapatkan dengan menambahkan TCC (trichlorocarbanilide) atau senyawa
trichlorohidroxylphenyl (irgasan/trichlosan). Kedua senyawa tersebut ampuh
membunuh mikroorganisme gram (+) dan gram (-).
Contoh formulasi dari toilet soap
Bahan nonsuperfatted superfatted
Minyak 80/20, minyak sawit/minyak kelapa
65/35, lemak/minyak kelapa
Sodium soap 83-88 80-85
FFA - 4-6
EDTA 0.015-0.030 0.015-0.030
EHDP 0.010-0.025 0.010-0.025
Ortho phosporic acid 0.1-0.2 0.1-0.2
Opacifier(TiO2) 0.1-0.7 0.1-07
Parfum + +
Pewarna + +
Air sisa sisa
Syndet bar. Walaupun mempunyai
fungsi yang sama akan tetapi syndet bar mempunyai formulasi yang benar-benar
berbeda bila dibandingkan dengan toilet soap. Perbedaan itu meliputi jenis dan
sifat komponen pembentuknya serta performa dari produk. Dilihat dari tampilan
fisiknya syndet bar lebih seperti rapuh dan berkapur. Bila pada toilet soap
lebih bersifat basa maka syndet bebas dari basa, pH pada syndet bisa diatur menjadi
netral atau sedikit asam, bahan akti dalam syndet bar lebih sedikit bila
dibandingkan dengan toilet bar. Dengan densitas yang lebih besar laju keausan
syndet lebih kecil dibanding sabun. Dan yang paling kelihatan dari semuanya
syndet bar berfungsi dengan baik pada air sadah karena garam ca dan mg hasil
reaksi dengan syndet bar bersifat larut dalam air.
Contoh formulasi syndet bar
Bahan berat %
Sodium cocoyl
isetionate 44-60
Na LAS 0-2
Anhydrous soap 7-8
Sodium
isethionate 2
Asam stearat 15-19
Sodium sulfat 5
Pengawet &
agen penghelat +
Titanium dioksid 0.2
Parfum +
Air sisa
PEMBUATAN
TOILET SOAP SKALA LABORATORIUM
Pada skala laboratorium toilet soap
bisa dibuat dengan peralatan yang sederhana dengan metode cold process atau
proses pembuatan sabun tanpa melibatkan pemanasan. Metode ini mempunyai
beberapa keuntungan, salah satu keuntungannya adalah proses ini bisa dilakukan
dengan peralatan yang terbatas dengan hasil yang optimum. Hal pertama yang
harus dilakukan adalah penentuan jenis minyak atau kombinasi jenis minyak yang
akan digunakan untuk membuat sabun. Ada berbagai jenis minyak nabati yang mudah
ditemukan di indonesia khususnya di kota malang. Kombinasi 80% minyak sawit
dengan 20% minyak kelapa bisa menjadi pilihan. Karena ketersedian bahan yang
melimpah serta harga yang relatif murah disamping sabun yang dihasilkan
berkualitas bagus. Setelah ditentukan jenis minyak yang digunakan maka langkah
selanjutnya adalah mencari tahu angka penyabunan dari minyak-minyak tersebut.
Angka penyabunan bisa didapatkan dibuku kimia organik atau buku yang membahas
tentang minyak nabati. Minyak sawit mempunyai angka penyabunan 190-205 mg/gr
dan minyak kelapa mempunyai angka penyabunan pada kisaran 250-264 mg/gr. Dari
angka penyabunan bisa diketahui kebutuhan NaOH untuk bereaksi dengan 1 kg
minyak.
Penggunaan kombinasi minyak sawit
dengan minyak kelapa didasarkan pada fakta bahwa dengan kedua bahan tersebut
mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing yang apabila dikombinasikan
akan menghasilkan produk yang kompetitif bagi dari segi performa maupun segi
harga. Karakter sabun yang dibuat dari minyak sawit antara lain; sedikit
menghasilkan busa, struktur matriks yang keras, lembut dikulit dan berbiaya
murah. Dari karakter tersebut diatas terlihat bahwa kekurangan sabun dari
minyak sawit adalah busa yang sedikit. Pada sabun yang dibuat dari minyak
kelapa karakternya mencakup; sabun menghasilkan busa yang melimpah, bersifat
keras pada kulit (menyebabkan kulit menjadi kering), harga lebih mahal dua kali
lipat bila dibandingkan dengan sabun yang berbahan dasar minyak sawit. Dengan
melihat karakter sabun berbahan dasar minyak kelapa maka kelemahan yang
terutama adalah pada sifatnya yang keras terhadap kulit dan harganya yang tidak
kompetitif untuk konsumen. Dengan kombinasi 80:20 minyak sawit dengan minyak
kelapa akan dihasilkan sabun dengan karakter; berbusa banyak, struktur padat
dengan kekerasan yang sedang, lembut dikulit dan berharga kompetitif.
Dari angka penyabunan kita hitung
kebutuhan NaOH untuk tiap kg minyak yang digunakan. Untuk minyak sawit tertera
bahwa angka penyabunan 190-205mg/gr. Daria angka tersebut didapatkan bahwa tiap
1 kg minyak sawit membutuhkan 190-205 NaOH untuk tersabunkan secara sempurna.
Didalam prakteknya produsen sabun tidak pernah mereaksikan dalam jumlah
tersebut karena sabun yang dihasilkan akan berupa anhydrous soap yang salah
satu sifatnya adalah brittle dan keras terhadap kulit. Kebutuhan NaOH untuk
pembuatan sabun minyak sawit adalah 70% angka penyabunan atau 133 gram
NaOH untuk tiap 1 kg minyak sawit. Kebutuhan NaOH untuk 1kg minyak kelapa adalah berkisar 191 gram, angka ini diperoleh
dari 75% angka penyabunan minyak kelapa (255-264 mg/gr).
Dari data diatas maka konversi
kebutuhan NaOH untuk 1kg campuran minyak sawit dan minyak kelapa dengan
perbandingan 80:20 adalah;
0.8 X 133 =
106.4 gram NaOH untuk 8 ons minyak sawit
0.2 X 191 = 38.2
gram NaOH untuk 2 ons minyak kelapa
Sehingga
diperoleh kebutuhan NaOH total adalah 144.6 gram.
Langkah
selanjutnya adalah melarutkan NaOH kedalam air bersih, lebih bagus bila
menggunakan aquades atau aqua demin. Kebutuhan air untuk melarutkan 144.6 gram
NaOH adalah 370 gram air. Atau 0,37 X berat minyak yang digunakan.
Bahan
yang dibutuhkan
- Minyak sawit 800 gram
- Minyak kelapa 200 gram
- Aquadest 370 gram
- Lavender fragrance oil 15 ml
- Pewarna ungu secukupnya
- Na EDTA 15 gram
- BHT 2 gram
Alat
yang dibutuhkan
- Beaker glass ukuran 2 liter
- Batang pengaduk dari kayu
- Gelas ukur
- Mortar dan pestle
- Cetakan
Cara
kerja
- Timbang minyak kelapa dan minyak sawit
- Masukkan kedalam reaktor dan aduk rata
- Timbang NaOH
- Timbang air
- Masukkan NaOH kedalam air dan aduk hingga terlarut sempurna.
- Masukkan larutan NaOH kedalam campuran minyak dan aduk.
- Pengadukan diteruskan dengan kecepatan konstan hingga campuran berubah menjadi kental.
- Pengadukan dihentikan hingga terbentuk trace, adonan dituang kedalam wadah khusus untuk proses penuaan. Proses penuaan bertujuan untuk menyempurnakan reaksi penyabunan.
- Adonan sabun akan mengeras setelah didiamkan selama 1 hingga 3 hari. Sabun yang telah mengeras kemudian dikeluarkan untuk dihancurkan menggunakan mortar, tujuan penghancuran ini adalah untuk merubah jenis kristal sabun menjadi fase omega menjadi fase beta dan delta dimana kedua jenis kristal ini sifat sabun menjadi lebih baik bila dilihat dari sisi pembuasaan dan performa lainnya.
- Tambahkan pewarna, pewangi, titanium dioksid, EDTA, Borax kedalam sabun dan aduk hingga rata.
- Cetak adonan sabun pada cetakan yang ada.
- Keluarkan sabun dari cetakan, bungkus dengan rapi dan simpan selama 2 minggu hingga satu bulan untuk mendapatkan sabun dengan kualitas optimum.
PELEMBUT
PAKAIAN
PENDAHULUAN
Pelembut pakaian diciptakan pertama
kali untuk membuat pakaian lebih nyaman dipakai karena pakaian menjadi terasa
lebih lembut.Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi pelembut
pakaian difungsikan tidak saja untuk membuat pakaian menjadi terasa lebih
lembut tetapi dia juga menjadi multi fungsi seperti sebagai agen anti listrik
statis pada pakaian, agen anti kusut, agen pelicin pada saat menyeterika,
mempersingkat waktu pengeringan, mengurangi kerusakan benang dan memberikan
aroma wangi pada hasil cucian.
SEJARAH
Pada era sebelum perang dunia II
kebanyakan produsen tekstil melapisi kain yang mereka produksi dengan minyak
dan lemak untuk mengurangi efek kasar dan kaku dari kain yang terbuat dari
serat alami. Kain dicuci dengan sabun dan dikeringkan diluar ruangan yang
semuanya itu dilakukan secara manual. Penggunaan sabun untuk mencuci pakaian yang
lazim pada waktu itu menimbulkan keuntungan tersendiri ketika air yang mereka
gunakan bersifat sadah. Sabun akan bereaksi dengan ion-ion alkali tanah yang
terkandung dalam air sadah menghasilkan endapan yang tidak larut dan menempel
pada kain sehingga menimbulkan efek
lembut.
Revolusi pencucian pakaian dimulai
pada akhir tahun 1940an. Karena keterbatasan bahan baku sabun maka dimulailah
pengembangan sulfonated oil (minyak sulfonat) sebagai pengganti sabun sebagai
cikal bakal detergen sintetis. Perkembangan detergen sintetis ini melaju
semakin cepat ditunjang dengan berkembangnya industri petrokimia sebagai
penyuplai bahan baku dengan harga yang murah. Detergen sintetis ini lebih
toleran terhadap keasaman dan kesadahan dibandingkan sabun, detergen sintetis
juga lebih efisien dalam membersihkan kotoran. Pada awal era 1950an secara
bertahap penggunaan sabun digantikan dengan detergen sintetis alkalin yang
lebih efisien tapi bersifat lebih agresif. Deterjen sintetis ini tersusun atas
alkilbenzensulfonat sebagai surfaktan dikombinasikan dengan senyawaan phospate,
karbonat dan sitrat sebagai zat pembangunnya yang berfungsi untuk mencegah
menempelnya kembali dari garam alkali tanah surfaktan yang tidak larut dalam
air.
Pada saat yang sama kain atau
pakaian tidak lagi dicuci secara manual menggunakan tangan tapi sudah berubah
menggunakan mesin sehingga kain pun mengalami pencucian dengan temperatur
tinggi dan agitasi mekanis yang kuat. Kondisi pencucian yang baru ini terbukti begitu efektif bahkan
terlalu kuat sehingga menghilangkan semua pelapis alami dari kain (minyak dan
lemak) yang digunakan untuk fungsi pelembutan. Stres mekanis yang kuat dari
proses pencucian juga mengakibatkan benang penyusun kain terdegradasi sehingga
fleksibilitas kain menurun. Suhu pencucian yang tinggi juga membuat kain
menjadi kasar dan kusut.
Pelapisan kain dengan bahan lemak
bisa menanggulangi kerusakan yang disebabkan oleh kondisi pencucian yang
agresif. Proses pelapisan ini bisa dilakukan pada saat pembilasan, saat proses
pengeringan atau bahkan pada saat pencucian. Hasil kelembutan yang terbaik
didapatkan pada saat pemberian bahan
pelembut pada pembilasan terakhir dari ritual pencucian. Dikarenakan produk
pelembut ini mengalami pengenceran yang sangat besar maka bahan aktif pelembut
haruslah menunjukkan affinitas yang sangat besar terhadap substrat. Karena itu
kebanyakan pelembut pakaian dibuat dari bahan surfaktan kationik yang
menunjukkan afinitas luar biasa terhadap kain.disamping itu surfaktan kationik
juga sangat efisien dalam menetralkan listrik statis.
Surfaktan kationik pertama kali muncul
dipasaran tahun 1933 dan digunakan sebagai agen dalam proses pewarnaan di
industri tekstil. Beberapa surfaktan kationik pertama kali disintesis oleh Ciba
(Swiss) dan dijual dengan merk sapamines. Bereaksi sangat cepat dan memberikan
efek lembut pada kain segera disadari oleh para produsen tekstil sehingga
digunakan sebagai bahan untuk melapisi kain sebagai proses finishing.
Pada tahun 1940an surfaktan kationik
digunakan secara luas sebagai pelembut di industri pencucian pakaian. Dengan
banayaknya keuntungan yang diberikan oleh surfaktan ini maka hal ini
menumbuhkan keinginan untuk menciptakan sebuah produk baru yang digunakan untuk
keperluan rumah tangga. Produk pembilas cair yang terbuat dari surfaktan
kationik untuk penggunaan rumah tangga pertama kali muncul dipasar lokal di
amerika pada tahun 1955 dan diluncurkan secara nasional tahun 1957. Pada awal munculnya produk ini bahan aktifnya
berupa senyawa kationik yang mengandung nitrogen dengan dua gugus alkil
hydropobhic berantai panjang. Gugus alkil biasanya didapatkan dari asam lemak
(dari lemak sapi) atau trigliserid dengan kandungan rantai c16-c18.
Dipasar eropa produk sejenis muncul
pertama kali dijerman tahun 1963 dan menjadi pasar terbesar diluar AS. Produk
awal yang beredar dipasar tersusun atas bahan aktif yang meliputi 4-6%, pewangi
dan bahan pengental. Bahan aktif yang berupa dihydrogenated tallowdimethyl
ammonium chloride,DTDMAC didispersi dalam air dengan cara yang sederhana.
Selama lebih dari tiga dekade DTDMAC menjadi bahan baku utama yang paling
banyak digunakan untuk produk pelembut cair. Pada tahun 1990 lembaga lingkungan
Eropa menyatakan bahwa senyawa ini berbahaya bagi lingkungan walau dampak
terhadap lingkungan tidak terlihat selama lebih dari 30 tahun penggunaannya
seperti yang terlihat dalam simulasi percobaan lapangan. Pelarangan ini
terutama dinegara Jerman dan Belanda yang melihat data hasil percobaan bahwa
DTDMAC sulit terdegradasi dan sifat racunnya didalam air. Pada tahun 1991
beberapa produsen besar secara sukarela mengganti DTDMAC dengan senyawa yang
lebih ramah lingkungan seperti diester kwartener, imidazoline ester, ester
amidoamine atau garam asam amina tersier.
Selain senyawa diatas
sekarang ada beberapa senyawa pelembut baru yang kurang
terkenal
seperti pentaeritritol ditallowate, erterquate polyol berbasis gliserin, 1.1
ethylene –
bis(2
tallow- alkyl-3metil imidazolinium)metil sulfate, turunan hydroxyethyl
ethylenediaminealkil piriminidium, clay dan silikon..
JENIS
PRODUK PELEMBUT
Ada empat jenis produk pelembut
utama yang beredar dipasaran dilihat dari metode penggunaannya.
·
Pelembut yang digunakan pada saat membilas (
rinse cycle softeners)
·
Pelembut yang penggunaanya pada saat pengeringan
( dryer added softeners)
·
Pelembut yang diaplikasikan pada saat dalam
proses pencucian (wash cycle softeners)
·
Pelembut yang lansung dicampurkan dalam detergen
(softergents)
Dari
keempat macam produk pelembut diatas hanya produk dalam kategori no 1 yang
dinilai paling efektif. Penggunaan produk kategori no 1 pada pakaian setelah
penghilangan kotoran dan sisa detergen
dari proses pencucian utama terbukti efektif mencegah:
·
Pembentukan garam netral hasil reaksi dengan
surfaktan anionik dari detergen
·
Redeposisi kotoran yang tersuspensi
·
Pelapisan yang tidak seragam
Produk pelembut kategori no 1
diproduksi dengan mencampurkan secara perlahan bahan aktif yang telah
dilelehkan kedalam air yang bersuhu 50-70 oC. Dan kemudian ditambahkan
bahan-bahan lain untuk selanjutnya didinginkan.
Produk
pelembut kategori no 2 diproduksi dari lembaran busa poliuretane atau material
nonwoven yang diempregnasi dengan bahan aktifnya. Lembaran busa poliuretane
atau material non woven berfungsi sebagai carrier.
Produk pelembut kategori no 3
digemari konsumen di AS yang mempunyai mesin cuci yang tidak dilengkapi dengan dispenser otomatis
untuk rinse cycle softeners. Efektifitas pelembut jenis ini jauh berkurang
karena bereaksi dengan surfaktan anionik yang berasal dari detergen yang
digunakan untuk proses mencuci. Tingkat penjualan produk ini sangat terbatas.
Softergents adalah sebuah kombinasi
dan kompromi antara sistem detergen yang berfungsi untuk membersihkan pakaian
dengan sistem pelembut yang berfungsi untuk melembutkan. Dengan hadirnya produk
ini konsumen diuntungkan karena mempersingkat waktu pencucian secara
keseluruhan. Ada 2 tipe softergent yang beredar yaitu yang berbentuk cairan dan
berupa bubuk.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEEFEKTIFAN PELEMBUT
Menempelnya
(deposisi ) jumlah partikel pelembut pada pakaian bukanlah satun-satunya faktor
yang menentukan keefektifan produk pelembut pakaian ada faktor lainnya yang
mempengaruhi fungsi pelembutan ini termasuk:
- Panjang rantai dan tipe gugus alkil pengganti, sifat dan panjangnya rantai alkil berpengaruh terhadap efektifitas fungsi pelembutan. Secara umum bisa dikatakan bahwa semakin hydropobhic suatu pelembut maka semakin banyak jumlah partikel yang menempel pada kain sehingga performa pelembutannya semakin bagus. Laporan dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DTDMAC memperlihatkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan dicocomethyl ammonium chlorid dan monotallowtrimethyl ammonium chloride pada konsentrasi molar yang sama. Penelitian lain juga memberikan data secara berturut-turut dari tetraalkil kwartener, mono C22>diC12>monoC18 untuk efek pelembutannya. Derajat kejenuhan dari rantai alkil juga faktor substansial yang mempengaruhi efektifitas pelembut, dari sebuah data penelitian didapatkan adanya korelasi linear terbalik antara iodine number dari pelembut dengan performa pelembutan. Sebagai contoh saat iodine number dari pelembut tipe imidazoline ( panjang rantai alkil C16-C18) meningkat maka performa dari produk tersebut menurun secara linear.
- Struktur molekul dari pelembut, penambahan gugus polar seperti hydroxyl dan ethoxy kedalam molekul pelembut cenderung mengurangi efektifitas produk, walaupun gugus polar ini meningkatkan angka dispersi dari produk. Luasan area kain yang ditempati oleh molekul pelembut mempengaruhi performa pelembut. Semakin luas area yang ditempati oleh satu molekul maka semakin kecil efek pelembutannya.
- Jenis kain, DTDMAC diadsorpsi ( diserap) dengan sangat baik oleh kain wol dan katun. Akan tetapi nilai adsorpsi (penyerapan) itu akan menurun dengan drastis pada kain sintetis yang bersifat nonpolar dan hydrophobic seperti polyester dan polyacrylonitrile.
- Ukuran partikel dari dispersi pelembut, ukuran partikel yang lebih kecil akan lebih seragam terdeposit pada permukaan kain dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar. Salah satu data penelitian dengan sangat gamblang memperlihatkan distearildimetil amonium klorid yang didispersi dalam ukuran mikro (90% berukuran dibawah 1μm) terserap lebih cepat pada kain katun dibanding dengan distearildimetilamonium klorid yang didispersi dalam ukuran makro (80% berukuran antara 1 dan 10μm). Selain efek pelembutan dan efek antistatisnya juga lebih superior. Beberapa faktor lain yangjuga mempengaruhi fungsi pelembutan dan deposisi dari produk pelembut pakaian termasuk pH air pembilas,temperatur,kesadahan dan juga konsentrasi pelembut. Deposisi meningkat pada kisaran pH 2-9, akan tetapi lebih menguntungkan apabila membuat kondisi pencucian pada pH netral atau sedikit basa guna mempermudah cakupan yang seragam terhadap permukaan kain serta untuk menghindari hydrolisis produk pelembut (terutama yang mengandung bahan ester)
MEKANISME
DEPOSISI
Ada dua teori yang membahas tentang
mekanisme deposisi partikel pelembut pada kain. Teori pertama menjelaskan bahwa
peristiwa deposisi partikel pelembut pada kain adalah peristiwa yang melibatkan
pertukaran ion molekuler dan proses adsorpsi fisika. Permukaan kain katun
mempunyai potensi zeta negatif karena adanya gugus asam karboksilat dari
selulosa yang teroksidasi. Ikatan (proses penempelan) awal dari pelembut
kationik pada permukaan katun terjadi dengan sebuah pertukaran counterion
positif yang dimiliki oleh gugus karboksilat dari katun dengan kation dari pelembut.
Setelah proses pertukaran ion ini maka adsorpsi pelembut pada kain terjadi
secara fisika yang tidak lagi membutuhkan muatan permukaan.
Pada teori kedua mekanisme deposisi
partikel pelembut pada kain bukanlah disebabkan karena tarikan elektrostatis tetapi
dikarenakan adanya pelepasan/pelontaran secara hydrophobic molekul pelembut
dari media/fase air. Hal ini ditunjukan pada softener berbahan dasar DTDMAC,
pada produk pelembut yang berbahan senyawa ini, DTDMAC terdispersi didalam air
dan berbentuk/berupa vesicle (struktur yang berlubang) yang bermuatan positif
sedangkan rantai lemaknya benar-benar terpisah dari sistem air. Pada saat
pembilasan struktur vesicle DTDMAC yang dimasukkan kedalam air pembilasan akan
termodifikasi sehingga rantai lemaknya akan kontak dengan air sehingga DTDMAC
akan terlontar secara hydrophobik keluar dari fase air dan menempel pada
permukaan kain. Spesi yang terlontar ini adalah molekul tersendiri yang berbeda
dengan molekul pelembut awal hingga kini belum diketahui sifatnya dengan jelas.
Penelitian terakhir juga menunjukkan bahwa penyerapan dispersi DTDMAC pada permukaan kain adalah
sebagai partikel multi lapisan, bukan lapisan tunggal atau lapisan ganda.
PEMBUATAN
PELEMBUT PAKAIAN SKALA LABORATORIUM
Bahan yang dibutuhkan
- Supersoft 1300 gram
- Benzalkonium chloride 15 ml
- Na benzoat 5 gram
- Perfume 75 ml
- Dye/pewarna air 4 ml
- Air 6000 ml
Langkah kerja
- Panaskan air hingga suhu 60 oC
- Masukan secara berturut-turut benzalkonium chloride, supersoft kedalam air yang telah dipanaskan hingga 60oC, aduk hingga supersoft terdispersi secara sempurna
- Masukkan pewarna dan aduk hingga rata.
- Setelah diaduk selama 30 menit dinginkan adonan hingga pada suhu 35oC
- Masukkan perfume kedalam adonan dan aduk lagi secara konstan selama 30 menit.
- Masukkan Na benzoat dan aduk secara sempurna.
- Produk pelembut siap dipacking.
Keterangan:
supersoft adalah merk dagang yang kandungan aktifnya berupa ditallow dimethyl
ammonium chloride hydrogenated tallow alkyl.
Daftar Pustaka
Di susun oleh
anak Teknik Kimia Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, yang telah di
bimbing oleh Mas Yudi.