kursor

Selasa, 24 Juli 2012

KIMIA


iv style="text-align: justify;">



Apa Itu Kimia ?

Kimia (dari bahasa Arab كيمياء "seni transformasi" dan bahasa Yunani χημεία khemeia "alkimia") adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik. Menurut kimia modern, sifat fisik materi umumnya ditentukan oleh struktur pada tingkat atom yang pada gilirannya ditentukan oleh gaya antaratom.

Kimia berhubungan dengan interaksi materi yang dapat melibatkan dua zat atau antara materi dan energi, terutama dalam hubungannya dengan hukum pertama termodinamika. Kimia tradisional melibatkan interaksi antara zat kimia dalam reaksi kimia, yang mengubah satu atau lebih zat menjadi satu atau lebih zat lain. Kadang reaksi ini digerakkan oleh pertimbangan entalpi, seperti ketika dua zat berentalpi tinggi seperti hidrogen dan oksigen elemental bereaksi membentuk air, zat dengan entalpi lebih rendah. Reaksi kimia dapat difasilitasi dengan suatu katalis, yang umumnya merupakan zat kimia lain yang terlibat dalam media reaksi tapi tidak dikonsumsi (contohnya adalah asam sulfat yang mengkatalisasi elektrolisis air) atau fenomena immaterial (seperti radiasi elektromagnet dalam reaksi fotokimia). Kimia tradisional juga menangani analisis zat kimia, baik di dalam maupun di luar suatu reaksi, seperti dalam spektroskopi.

Semua materi normal terdiri dari atom atau komponen-komponen subatom yang membentuk atom; proton, elektron, dan neutron. Atom dapat dikombinasikan untuk menghasilkan bentuk materi yang lebih kompleks seperti ion, molekul, atau kristal. Struktur dunia yang kita jalani sehari-hari dan sifat materi yang berinteraksi dengan kita ditentukan oleh sifat zat-zat kimia dan interaksi antar mereka. Baja lebih keras dari besi karena atom-atomnya terikat dalam struktur kristal yang lebih kaku. Kayu terbakar atau mengalami oksidasi cepat karena ia dapat bereaksi secara spontan dengan oksigen pada suatu reaksi kimia jika berada di atas suatu suhu tertentu.

Zat cenderung diklasifikasikan berdasarkan energi, fase, atau komposisi kimianya. Materi dapat digolongkan dalam 4 fase, urutan dari yang memiliki energi paling rendah adalah padat, cair, gas, dan plasma. Dari keempat jenis fase ini, fase plasma hanya dapat ditemui di luar angkasa yang berupa bintang, karena kebutuhan energinya yang teramat besar. Zat padat memiliki struktur tetap pada suhu kamar yang dapat melawan gravitasi atau gaya lemah lain yang mencoba merubahnya. Zat cair memiliki ikatan yang terbatas, tanpa struktur, dan akan mengalir bersama gravitasi. Gas tidak memiliki ikatan dan bertindak sebagai partikel bebas. Sementara itu, plasma hanya terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas; pasokan energi yang berlebih mencegah ion-ion ini bersatu menjadi partikel unsur. Satu cara untuk membedakan ketiga fase pertama adalah dengan volume dan bentuknya: kasarnya, zat padat memeliki volume dan bentuk yang tetap, zat cair memiliki volume tetap tapi tanpa bentuk yang tetap, sedangkan gas tidak memiliki baik volume ataupun bentuk yang tetap


  

PETUNJUK PEMBUATAN PRODUK


DETERGEN PENCUCI PIRING

PENDAHULUAN
Fungsi utama dari detergen pencuci piring (dishwashing) adalah untuk membersihkan berbagai peralatan dapur dan peralatan makan sehari-hari. Ada dua macam detergen pencuci piring yaitu detergen manual (hand dishwashing) dan detergen otomatis (automatic dishwashing). Detergen manual banyak digunakan pada skala rumah tangga ketika membersihkan peralatan dapur dalam jumlah kecil, sedangkan detergen automatis digunakan ketika membersihkan peralatan dapur dalam jumlah besar karena dipercaya lebih efisien baik dari segi energi maupun dalam jumlah air yang digunakan,
Detergen pencuci piring dewasa ini adalah pasar yang besar dan terus berkembang diseluruh dunia. Untuk jenis detergen manual pada tahun 2005 pasar dunia untuk item ini mencapai 6.404 juta dollar, dengan laju pertumbuhan sebesar 33.5%. sedangkan untuk detergen automatis pasar dunia berkisar pada angka 3.045 juta dollar dengan laju pertumbuhan 71.0% (euromonitor international 2007).
Detergen manual dan detergen otomatis sangat berbeda dilihat dari formulasinya hal ini disebabkan oleh mekanisme pembersihan dari tiap-tiap prosesnya. Pada detergen manual yang proses pencuciannya menggunakan tangan proses pengangkatan kotoran sangat bergantung pada peran dari surfaktan. Detergen manual premium mengandung surfaktan >30%. Surfaktan yang menyusun detergen tersebut terdiri dari gabungan surfaktan golongan anionic, nonionic dan amphoter yang dipilih untuk memenuhi kriteria tertentu seperti kuat mengangkat lemak, busa yang melimpah dan lembut ditangan.
Detergen otomatis mengandalkan proses pembersihan pada semprotan air panas yang mengarah ke lengan mesin yang berputar tempat peralatan dapur. Sedangkan bahan-bahan penyusun detergen otomatis seperti builder, bleach dan enzim hanya sebagai bahan pembantu. Penggunaan surfaktan nonionic pada detergen jenis ini adalah untuk membantu menurunkan tekanan permukaan air, penggunaan surfaktan golongan ini dikarenakan busa yang dihasilkan sangat minim sehingga tidak mengganggu atau bahkan menghentikan putaran dari lengan mesin pencuci.

DETERGEN PENCUCI PIRING MANUAL
Pada awal peradaban manusia hanya sedikit peralatan dapur dan peralatan makan yang dipakai oleh umat manusia, pada saat itu akses terhadap air juga sangat terbatas.   Peralatan dapur yang kotor akan dibawa ke sungai atupun danau untuk dibersihkan, atau kalau tidak maka mereka akan mengambil air dari sumber air untuk dibawa pulang untuk dipakai mencuci. Kegiatan mencuci peralatan dapur mulai berubah ketika pada tahun 1930an dimana saat itu perpipaan untuk air minum mulai berkembang. Dengan masuknya air kerumah-rumah maka proses pencucian menjadi lebih cepat dan sederhana. Detergen pencuci piring cair generasi pertama muncul pada era 1940an. Hingga sekarang formulasinya hampir tidak berubah seperti berikut,
Bahan                         jumlah            (% berat)                    fungsi
Surfaktan                   1-50                             pembersih,pembusa
Hydrotrope                0-10                 stabilitas fase, kelarutan
Garam                                    <3                                            pengental
Pengawet                    <0.5                             stabilitasmikrobia
Pengharum                0.1-1                                        estetik
Pewarna                     <0.5                                         estetik
Bahan tambahan       0-3                               keunggulan khusus
( chelant, anti
Bakteri, anti UV)
Air                              sisa                                          vehicle
 
SURFAKTAN PENYUSUN DETERGEN PENCUCI PIRING
            Surfaktan adalah komponen utama penyusun detergen pencuci piring  manual. Cairan pencuci piring manual biasanya terdiri atas gabungan beberapa surfaktan yang terdispersi didalam air. Hampir sebagian besar konsumen didunia menginginkan produk ini yang mempunyai daya bersih kuat, busa melimpah dan awet, lembut ditangan, bau yang segar, penampilan yang menarik, mudah dibilas aman bagi pemakai dan lingkungan serta mempunyai nilai tambah yang istimewa.
            Secara umum ditinjau dari ilmu kimia surfaktan digolongkan menjadi 4 kelompok berdasarkan muatan dari gugus polar penyusun surfaktan. Gugus polar penyusun surfaktan yang bermuatan negative(-) masuk kelompok surfaktan anionic, bermuatan positif(+) masuk golongan kationik, surfaktan yang gugus polarnya bermuatan positif dan negative masuk kategori zwitterrion sedangkan surfaktan yang gugus polarnya tidak bermuatan adalah termasuk dalam kelompok nonionic.
            Surfaktan yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk detergen pencuci piring cair adalah kategori anionic kemudian berturut-turut adalah nonionic dan zwitterrion.
            Parameter kimia dan fisika dari surfaktan yang mempengaruhi kinerja dari pencuci piring cair adalah CMC ( konsentrasi micelle kritis), kemampuan untuk menyatu pada antar muka dari minyak, padatan dan udara, kemampuan untuk menurunkan tegangan antar muka, serta interaksi dengan surfaktan lain yang akan menghasilkan keuntungan sinergis. Karakter dasar itulah yang menentukan kekuatan surfaktan atau campuran surfaktan dalam menghilangkan lemak, karakter busa serta apakah dia akan lembut di tangan ataukah menyebabkan iritasi.

PEMBERSIHAN DAN PENGHILANGAN LEMAK
            Proses penyisihan kotoran dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, sepertio emulsifikasi, pelarutan langsung, pembentukan mikroemulsi atau pembentukan fase kristal cair. Para ahli berhipotesa bahwa kotoran anorganik padat disisihkan melalui mekanisme pembasahan dan pembentukan suspensi, sedangkan penyisihan kotoran organic padat seperti lemakdipecah dahulu baru kemudian disuspensikan oleh detergen.  Surfakatan golongan anionic menjadi tulang punggung detergen pencuci piring manual dikarenakan sifat pembersihannnya yang istimewa, harganya murah dan ketersediaannya yang melimpah. Surfaktan golongan ini yang paling banyak digunakan adalah senyawaan yang gugus hydrophobiknya berupa sulfat (OSO3-) dan sulfonat (SO3-). Pada senyawa sulfat atom S terhubung dengan rantai karbon melalui perantara atom O, ikatan C-O-S lebih cenderung untuk terhidrolisis disbanding dengan ikatan C-S seperti yang terdapat pada senyawaan sulfonat. Senyawaan sulfonat yang umum digunakan dalam formulasi dishwashing adalah  linear alkyl benzene sulfonat ( LAS), alpha olefin sulfonat (AOS) dan paraffin sulfonat (PS). Sedangkan pada senyawaan sulfat meliputi alkyl sulfat (AS), alkyl sulfat etoksilat dan alpha sulfo metal ester.
            LAS menunjukkan daya bersih/ penghilang lemak yang istimewa, penghasil busa yang banyak, tidak terpengaruh oleh air sadah karena garam Mg dan Ca yang terbentuk dengan air sadah bersifat larut dalam air. Sedangkan kelemahan utamanya adalah sifatnya yang cenderung keras sehingga menimbulkan iritasi dikulit. Untuk mengurari efek buruk ini formulasi pada detergen pencuci piring LAS selalu dikombinasikan dengan surfaktan yang mempunyai sifat lebih lembut dikulit.
            AOS mempunyai sifat mirip dengan LAS dan digunakan unuk menggantikan peran dari LAS. Dibandingkan dengan LAS senyawa ini lebih ramah lingkungan karena lebih mudah terdegradasi dialam, selain itu AOS lebih lembut dikulit. AOS menunjukkan pembusaan yang bagus serta kekuataan yang superior didalam air sadah serta harganya yang kompetitif.
            Alkyl sulfat etoksilat adalah surfaktan nomor dua yang paling penting setelah LAS dilihat dari sisi nilai penggunaan dan volume produksinya. Keunggulan utama dari surfaktan jenis ini adalah kelarutannya yang tinggi, pembusaan yang stabil dalam larutan yang mengandung elektrolit dan air sadah serta air yang mengandung protein. Senyawa ini juga terkenal sangat lembut di kulit.
            Daya bersih dari sebuah detergen pencuci piring cair terbentuk dengan kombinasi yang tepat dari beberapa surfaktan. Detergen cair  tersebut harus  bisa mengabsorbsi pada permukaan molekul kotoran, harus bersifat mudah larut, menurunkan tegangan antarmuka, dapat mengemulsi lemak dan mencegah redeposisi.berikut ini adalah beberapa fitur khas dari surfaktan:
  • Daya bersih meningkat dengan meningkatnya panjang rantai dari gugus hydropobiknya sampai batas kelarutannya tercapai.
  • Kehadiran elektrolit akan meningkatkan kinerja dari surfaktan ionic karena elektrolit akan menurunkan kadar CMC ( critical micelle concentration). Semakin rendah CMC semakin tinggi kinerja surfaktan
  • Peningkatan suhu akan meningkatkan kinerja surfaktan ionic
  • Surfaktan anionic sangat kuat dalam menghilangkan kotoran yang bersifat partikulat sedangkan surfaktan golongan nonionic lebih superior dalam menghilangkan kotoran yang berupa lemak.

PEMBUSAAN.
            Pada dasarnya busa bukanlah parameter penting dalam keefektifan sebuah detergen pencuci piring. Kehadiran busa yang melimpah dalam detergen pencuci piring cair adalah lebih karena factor tuntutan konsumen yang berfikir dengan keberadaan busa yang melimpah berbanding lurus denngan kemampuan membersihkan dari produk tersebut. Detergen pencuci piring cair butuh untuk menghasilkan busa yang melimpah dan tahan lama pada saat digunakan untuk mencuci.
            Surfaktan golongan anionic mempunyai karakter pembusaan yang istimewa, tetapi tidak cukup untuk memenuhi tuntutan konsumen sehingga dalam formulasi sebuah detergen pencuci piring cair para formulator menambahkan surfaktan jenis nonionic untuk memperkuat pembusaan. Senyawaan yang sering digunakan untuk memperkuat pembusaan adalah golongan amida seperti lauryl myristyl monoethanolamide, amine oxide, betaine dan hydrosultaine. Cocoamidopropilbetain (CAPB) adalah senyawa betaine yang sangat lazim digunakan sebagai foam booster, bersifat zwiterrion pada pH netral dan basa dan bersifat kationik pada pH asam. CAPB sangat kompatibel dengan surfaktan lain dari golongan anionic dan kationik tetapi menjadi tidak kompatibel dengan surfaktan anionic pada suasana pH yang rendah. CAPB bila dikombinasikan dengan surfaktan anionic akan meningkatkan produk menjadi lebih berbusa, lebih lembut dikulit serta akan meningkatkan viskositas.
            Pemilihan surfaktan dan kombinasi surfaktan untuk meningkatkan performa busa dari suatu produk detergen pencuci piring dilakukan dengan basis trial and error. Berikut adalah beberapa pedoman yang bisa diajdikan acuan untuk memilih surfaktan agar pembusaan menjadi optimum:
  • Performa pembusaan akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai pada rantai homolog
  • Surfaktan dengan rantai bercabang akan menghasilkan busa awal yang tinggi akan tetapi kestabilan busa akan menurun
  • Surfaktan nonionic menghasilkan busa awal yang sedikit dan tidak stabil
  • Pada surfaktan nonionic busa akan semakin sedikit apabila memdekati titik/suhu pengkabutannya (cloud point)

EFEK LEMBUT PADA KULIT
            Suatu detergen pencuci piring cair akan mendapatkan nilai yang buruk dimata konsumen apabila produk tersebut menimbulkan sinyal negative seperti menyebabkan kulit menjadi kering,kulit menjadi kemerahan, kulit mengelupas atau bisa lebih parah lagi menjadi bengkak. Beberapa upaya dilakukan untuk menghasilkan formulasi yang nyaman bagi kulit seperti pemilihan surfaktan yang lembut (ethoxylated alcohol,alkyl polyglucoside), mengkombinasian surfaktan yang lembut dengan yang bersifat keras, serta penambahan beberapa senyawa atau bahan tertentu (ekstrak lidah buaya,polyquarternium 7, protein,enzim) untuk melawan iritasi dan kekeringan pada kulit. Surfaktan dengan rantai karbon C12-C14 adalah surfaktan yang paling menimbulkan iritasi pada kulit.

RAMAH TERHADAP LINGKUNGAN
            Dialam molekul surfaktan akan direduksi menjadi CO2, H2O dan oksida melalui reaksi enzimatin yang terjadi didalam tubuh bakteri. Laju biodegradasi sebuah surfaktan sangat tergantung pada strukturnya. Beberapa prasyarat penting guna biodegradasi yang memadai meliputi nilai kelarutannya di dalam air, bahan intermediate dari proses dekomposisi surfaktan tersebut,mempunyai ikatan yang mudah diputus oleh reaksi enzimatis. Rantai bercabang pada hidrokarbon sangat sulit untuk didegradasi dialam. Banyak studi yang telah dilakukan berkenaan dengan pengaruh surfaktan terhadap lingkungan dan yang paling lengkap adalah LAS. Banayak hasil penelitian menunjukkan bahwa LAS sangat cepat terdegradasi dialam pada kondisi aerobic dan LAS dapat terdegradasi pada kondisi oksigen yang terbatas. Kondisi  anaerob terbukti mempersulit biodegradasi dari banyak surfaktan.

No.
Bahan
Jumlah
1
Na LAS
750 gram
2
Na LES
1250 gram
3
CAPB
500 gram
4
H2O
10 liter
5
Fragrance oil
80 ml
6
Ethanol
optional
7
NaCl
150  gram
8
Pewarna
secukupnya
9
Na benzoate
3 gram
 
ALAT
  1. Kaleng untuk pengadukan
  2. Tongkat pengaduk/ mixer elektrik
  3. Matkan
  4. Gelas ukur
CARA KERJA
  1. Timbang bahan sesuai ukuran yang diperlukan
  2. Masukan Na LAS, Na LES dan CAPB ke dalam kaleng dan aduk hingga rata (campuran I)
  3. Larutkan NaCl kedalam 1 liter air
  4. Masukkan larutan NaCl kedalam  campuran I sedikit demi sedikit sambil diaduk
  5. Masukkan sisa air kedalam adonan diatas sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang konstan
  6. Setelah semua sisa air masuk dan adonan berupa pasta kental masukkan pewarna dan fragrance oil serta Na benzoate, aduk hingga rata.
  7. Pengadukan diteruskan hingga 30 menit dengan kecepatan yang konstan untuk menghasilkan campuran yang benar-benar homogen.
  8. Diamkan selama 24 jam untuk mendapatkan detergen pencuci piring yang jernih.
  9. Detergen siap dikemas.





SABUN PADAT

PENDAHULUAN
            Sabun adalah salah satu agen pembersih yang dikenal paling awal oleh umat manusia. Bangsa punisia dipercaya mengembangkan seni pembuatan sabun sejak tahun 600 SM. Catatan awal juga menunjukkan bahwa bangsa mesir dan babilonia memproduksi sabun dengan merebus minyak dan abu tanaman secara bersamaan. Walaupun sejarah sabun sudah berumur tua tetapi nilai pentingnya sabun sebagai agen pembersih baru diketahui pada awal abad pertama. Galen ( tahun 130-200 M) Seorang ahli fisika yunani dan Jabir ibnu Hayyan seorang kimiawan terkenal (abad 8 M) adalah yang mula-mula menyebut kegunaan sabun sebagi agen pembersih tubuh dalam tulisan mereka. Pada abad ke 9 kota marseilles terkenal sebagai pusat produksi sabun, di Inggris  produksi sabun mulai dilakukan pada abad ke 14. waalau sabun digunakan sebagai agen pembersih tubuh telah dikenal sejak abad 1 tetapi metode pembuatannya dijaga kerahasiaannya oleh para produsennya. Baru pada tahun 1775 publikasi tentang metode pembuatanya pertama kali diterbitkan. Industri sabun semakin berkembang ketika Leblanc pada tahun 1787menemukan cara pembuatan abu soda dari garam dapur.
            Hingga akhir abad 19 pproses pembuatan sabun masih dianggap sebagai sebuah seni. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang sifat fisik dan struktur molekul yang unik dari surfaktan maka tehnologi sabun mulai berkembang. Para ahli pada jamannya mulai mencari penjelasan ilmiah dari sifat dan proses pembuatan sabun. Dan mulailah bermacam-macam teori dan diagram fase dari sistem sabun bermunculan di banyak literatur, pada tahap ini perlahan pembuatan sabun bukan lagi dianggap sebagai sebuah proses seni akan tetapi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang terpisah.

Jenis sabun padat
            Dewasa ini produk sabun padat sangat bervariasi baik dari segi bahan baku pembuatan hingga fungsinya. Secara umum sabun padat dibedakan menjadi 2 jenis  yaitu toilet soap (sabun mandi padat) dan syndet bar. Toilet soap adalah sabun dalam pengertian yang sesungguhnya yang dihasilkan dari proses saponifikasi sedangkan syndet bar adalah campuran dari beberapa surfaktan sintetis yang dibentuk menjadi mirip sabun padan yang fungsinya adalah untuk menggantikan toilet soap.
Toilet soap. Ditinjau dari sudut keilmuan sabun adalah garam natrium atau garam kalium dari asam lemak yang diproleh dengan mereaksikan NaOH atau KOH dengan lemak hewani maupun minyak nabati. Saponifikasi minyak/ lemak dengan larutan NaOH akan menghasilkan sabun padat didunia sabun jenis ini lazim disebut dengan toilet soap, sedangkan pereaksian minyak/lemak dengan larutan KOH berujung pada sabun cair sebagai hasil akhir. Produsen sabun ditiap negara mempunyai pertimbangan tersendiri dalam pemilihan minyak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, disamping ketersedian yang melimpah dan sinambung tentu faktor harga menjadi perhatian utama. Dinegara dengan produksi peternakan yang melimpah mereka cenderung menggunakan lemak hewani sebagai bahan baku utama. Diamerika dan negara eropa adalah lazim menggunakan lemak babi dan lemak sapi sebagai bahan baku. Dinegeri tropis penghasil minyak nabati pilihan jatuh pada minyak sawit dan minyak kelapa.
            Setiap minyak atau lemak akan menghasilkan karakteristik tersendiri dari sabun yang diproduksi. Sehingga untuk mendapatkan sabun yang berkualitas bagus serta memenuhi keinginan konsumen tidak ada satu produsen yang membuat sabun dari satu jenis minyak saja. Mereka selalu mengkombinasikan berbagai jenis minyak dan atau lemak untuk mendapatkan sabun dengan karakter yang diinginkan. Produsen di eropa mengkombinasikan lemak hewani dengan minyak kelapa dan lemak hewani dengan minyak inti sawit. Dinegara asia terutama asia tenggara produsen memilih kombinasi minyak kelapa dengan minyak sawit dan kombinasi antara minyak inti sawit dengan minyak sawit. Sabun jenis ini (toilet soap) merupakan agen pembersih yang istimewa akan tetapi kadang bersifat keras terhadap kulit manusia, sabun jenis ini terbagi atas beberapa tipe yaitu:
  • Sabun domestik ( domestic/household soap), sabun tipe ini terdiri atas 63% sabun asam lemak.
  • Sabun dengan kandungan lemak berlebih (superfatted soap) pada beberapa resep juga mengandung emolien dan FFA dalam jumlah tertentu.
 Sebenarnya penambahan lemak seperti asam lemak bebas dari kelapa ditujukan untuk menambah volume dan kekayaan busa yang dihasilkan. Penambahan FFA ini juga untuk menetralkan sisa soda (NaOH) yang mempunyai efek keras terhadap kulit. Prosentase penambahan FFA berkisar pada angka 5% yang ditambahkan kedalam sabun fase cair sebelum tahap Flash Drying.
            Sabun mandi padat ini harus mengandung sebuah sistem pengawetan yang layak. Secara umum sistem ini adalah kombinasi antara agen pengkhelat seperti EDTA dengan antioksidant. Agen penghelat akan membentuk senyawa komplek bila bertemu dengan ion-ion logam bebas, antioksidan berfungsi untuk mencegah timbulnya reaksi oksidasi dari komponen lemak. Sebagai contoh keberadaan ion cu atau fe dapat menyebabkan diskolorisasi dan timbulnya bau tak sedap dari reaksi oksidasi lemak tak jenuh.
            Sabun mandi padat (toilet soap) selain mempunyai fungsi primer sebagai media pembersih pada produk tertentu mempunyai fungsi sekunder sebagai sabun anti kuman. Fungsi antikuman ini didapatkan dengan menambahkan TCC (trichlorocarbanilide) atau senyawa trichlorohidroxylphenyl (irgasan/trichlosan). Kedua senyawa tersebut ampuh membunuh mikroorganisme gram (+) dan gram (-).
Contoh formulasi dari  toilet soap
Bahan                                     nonsuperfatted                                                superfatted
Minyak                                    80/20, minyak sawit/minyak kelapa     65/35, lemak/minyak kelapa
Sodium soap               83-88                                                   80-85              
FFA                             -                                                           4-6
EDTA                         0.015-0.030                                         0.015-0.030
EHDP                         0.010-0.025                                         0.010-0.025
Ortho phosporic acid  0.1-0.2                                                 0.1-0.2
Opacifier(TiO2)          0.1-0.7                                                             0.1-07
Parfum                                        +                                                         +
Pewarna                          +                                                         +
Air                               sisa                                                      sisa                 
Syndet bar. Walaupun mempunyai fungsi yang sama akan tetapi syndet bar mempunyai formulasi yang benar-benar berbeda bila dibandingkan dengan toilet soap. Perbedaan itu meliputi jenis dan sifat komponen pembentuknya serta performa dari produk. Dilihat dari tampilan fisiknya syndet bar lebih seperti rapuh dan berkapur. Bila pada toilet soap lebih bersifat basa maka syndet bebas dari basa, pH pada syndet bisa diatur menjadi netral atau sedikit asam, bahan akti dalam syndet bar lebih sedikit bila dibandingkan dengan toilet bar. Dengan densitas yang lebih besar laju keausan syndet lebih kecil dibanding sabun. Dan yang paling kelihatan dari semuanya syndet bar berfungsi dengan baik pada air sadah karena garam ca dan mg hasil reaksi dengan syndet bar bersifat larut dalam air.
Contoh formulasi syndet bar

Bahan                                                 berat %
Sodium cocoyl isetionate                    44-60
Na LAS                                                           0-2
Anhydrous soap                                  7-8
Sodium isethionate                             2
Asam stearat                                       15-19
Sodium sulfat                                      5
Pengawet & agen penghelat               +
Titanium dioksid                                 0.2
Parfum                                                            +
Air                                                       sisa
PEMBUATAN TOILET SOAP SKALA LABORATORIUM
            Pada skala laboratorium toilet soap bisa dibuat dengan peralatan yang sederhana dengan metode cold process atau proses pembuatan sabun tanpa melibatkan pemanasan. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan, salah satu keuntungannya adalah proses ini bisa dilakukan dengan peralatan yang terbatas dengan hasil yang optimum. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penentuan jenis minyak atau kombinasi jenis minyak yang akan digunakan untuk membuat sabun. Ada berbagai jenis minyak nabati yang mudah ditemukan di indonesia khususnya di kota malang. Kombinasi 80% minyak sawit dengan 20% minyak kelapa bisa menjadi pilihan. Karena ketersedian bahan yang melimpah serta harga yang relatif murah disamping sabun yang dihasilkan berkualitas bagus. Setelah ditentukan jenis minyak yang digunakan maka langkah selanjutnya adalah mencari tahu angka penyabunan dari minyak-minyak tersebut. Angka penyabunan bisa didapatkan dibuku kimia organik atau buku yang membahas tentang minyak nabati. Minyak sawit mempunyai angka penyabunan 190-205 mg/gr dan minyak kelapa mempunyai angka penyabunan pada kisaran 250-264 mg/gr. Dari angka penyabunan bisa diketahui kebutuhan NaOH untuk bereaksi dengan 1 kg minyak.
            Penggunaan kombinasi minyak sawit dengan minyak kelapa didasarkan pada fakta bahwa dengan kedua bahan tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing yang apabila dikombinasikan akan menghasilkan produk yang kompetitif bagi dari segi performa maupun segi harga. Karakter sabun yang dibuat dari minyak sawit antara lain; sedikit menghasilkan busa, struktur matriks yang keras, lembut dikulit dan berbiaya murah. Dari karakter tersebut diatas terlihat bahwa kekurangan sabun dari minyak sawit adalah busa yang sedikit. Pada sabun yang dibuat dari minyak kelapa karakternya mencakup; sabun menghasilkan busa yang melimpah, bersifat keras pada kulit (menyebabkan kulit menjadi kering), harga lebih mahal dua kali lipat bila dibandingkan dengan sabun yang berbahan dasar minyak sawit. Dengan melihat karakter sabun berbahan dasar minyak kelapa maka kelemahan yang terutama adalah pada sifatnya yang keras terhadap kulit dan harganya yang tidak kompetitif untuk konsumen. Dengan kombinasi 80:20 minyak sawit dengan minyak kelapa akan dihasilkan sabun dengan karakter; berbusa banyak, struktur padat dengan kekerasan yang sedang, lembut dikulit dan berharga kompetitif.
            Dari angka penyabunan kita hitung kebutuhan NaOH untuk tiap kg minyak yang digunakan. Untuk minyak sawit tertera bahwa angka penyabunan 190-205mg/gr. Daria angka tersebut didapatkan bahwa tiap 1 kg minyak sawit membutuhkan 190-205 NaOH untuk tersabunkan secara sempurna. Didalam prakteknya produsen sabun tidak pernah mereaksikan dalam jumlah tersebut karena sabun yang dihasilkan akan berupa anhydrous soap yang salah satu sifatnya adalah brittle dan keras terhadap kulit. Kebutuhan  NaOH untuk  pembuatan sabun minyak sawit adalah 70% angka penyabunan atau 133 gram NaOH untuk tiap 1 kg minyak sawit. Kebutuhan NaOH untuk 1kg minyak kelapa  adalah berkisar 191 gram, angka ini diperoleh dari 75% angka penyabunan minyak kelapa (255-264 mg/gr).
            Dari data diatas maka konversi kebutuhan NaOH untuk 1kg campuran minyak sawit dan minyak kelapa dengan perbandingan 80:20 adalah;
0.8 X 133 = 106.4 gram NaOH untuk 8 ons minyak sawit
0.2 X 191 = 38.2 gram NaOH untuk 2 ons minyak kelapa
Sehingga diperoleh kebutuhan NaOH total adalah 144.6 gram.
Langkah selanjutnya adalah melarutkan NaOH kedalam air bersih, lebih bagus bila menggunakan aquades atau aqua demin. Kebutuhan air untuk melarutkan 144.6 gram NaOH adalah 370 gram air. Atau 0,37 X berat minyak yang digunakan.
Bahan yang dibutuhkan
  • Minyak sawit 800 gram
  • Minyak kelapa 200 gram
  • Aquadest 370 gram
  • Lavender fragrance oil 15 ml
  • Pewarna ungu secukupnya
  • Na EDTA 15 gram
  • BHT 2 gram
Alat yang dibutuhkan
  • Beaker glass ukuran 2 liter
  • Batang pengaduk dari kayu
  • Gelas ukur
  • Mortar dan pestle
  • Cetakan
Cara kerja
  • Timbang minyak kelapa dan minyak sawit
  • Masukkan kedalam reaktor dan aduk rata
  • Timbang NaOH
  • Timbang  air
  • Masukkan NaOH kedalam air dan aduk hingga terlarut sempurna.
  • Masukkan larutan NaOH kedalam campuran minyak dan aduk.
  • Pengadukan diteruskan dengan kecepatan konstan hingga campuran berubah menjadi kental.
  • Pengadukan dihentikan hingga terbentuk trace, adonan dituang kedalam wadah khusus untuk proses penuaan. Proses penuaan bertujuan untuk menyempurnakan reaksi penyabunan.
  • Adonan sabun akan mengeras setelah didiamkan selama 1 hingga 3 hari. Sabun yang telah mengeras kemudian dikeluarkan untuk dihancurkan menggunakan mortar, tujuan penghancuran ini adalah untuk merubah  jenis kristal sabun menjadi fase omega menjadi fase beta dan delta dimana kedua jenis kristal ini sifat sabun menjadi lebih baik bila dilihat dari sisi pembuasaan dan performa lainnya.
  • Tambahkan pewarna, pewangi, titanium dioksid, EDTA, Borax  kedalam sabun  dan aduk hingga rata.
  • Cetak adonan sabun pada cetakan yang ada.
  • Keluarkan sabun dari cetakan, bungkus dengan rapi dan simpan selama 2 minggu hingga satu bulan untuk mendapatkan sabun dengan kualitas optimum.
 
PELEMBUT PAKAIAN

PENDAHULUAN
            Pelembut pakaian diciptakan pertama kali untuk membuat pakaian lebih nyaman dipakai karena pakaian menjadi terasa lebih lembut.Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi pelembut pakaian difungsikan tidak saja untuk membuat pakaian menjadi terasa lebih lembut tetapi dia juga menjadi multi fungsi seperti sebagai agen anti listrik statis pada pakaian, agen anti kusut, agen pelicin pada saat menyeterika, mempersingkat waktu pengeringan, mengurangi kerusakan benang dan memberikan aroma wangi pada hasil cucian.

SEJARAH
            Pada era sebelum perang dunia II kebanyakan produsen tekstil melapisi kain yang mereka produksi dengan minyak dan lemak untuk mengurangi efek kasar dan kaku dari kain yang terbuat dari serat alami. Kain dicuci dengan sabun dan dikeringkan diluar ruangan yang semuanya itu dilakukan secara manual. Penggunaan sabun untuk mencuci pakaian yang lazim pada waktu itu menimbulkan keuntungan tersendiri ketika air yang mereka gunakan bersifat sadah. Sabun akan bereaksi dengan ion-ion alkali tanah yang terkandung dalam air sadah menghasilkan endapan yang tidak larut dan menempel pada kain sehingga menimbulkan  efek lembut.
            Revolusi pencucian pakaian dimulai pada akhir tahun 1940an. Karena keterbatasan bahan baku sabun maka dimulailah pengembangan sulfonated oil (minyak sulfonat) sebagai pengganti sabun sebagai cikal bakal detergen sintetis. Perkembangan detergen sintetis ini melaju semakin cepat ditunjang dengan berkembangnya industri petrokimia sebagai penyuplai bahan baku dengan harga yang murah. Detergen sintetis ini lebih toleran terhadap keasaman dan kesadahan dibandingkan sabun, detergen sintetis juga lebih efisien dalam membersihkan kotoran. Pada awal era 1950an secara bertahap penggunaan sabun digantikan dengan detergen sintetis alkalin yang lebih efisien tapi bersifat lebih agresif. Deterjen sintetis ini tersusun atas alkilbenzensulfonat sebagai surfaktan dikombinasikan dengan senyawaan phospate, karbonat dan sitrat sebagai zat pembangunnya yang berfungsi untuk mencegah menempelnya kembali dari garam alkali tanah surfaktan yang tidak larut dalam air.
            Pada saat yang sama kain atau pakaian tidak lagi dicuci secara manual menggunakan tangan tapi sudah berubah menggunakan mesin sehingga kain pun mengalami pencucian dengan temperatur tinggi dan agitasi mekanis yang kuat. Kondisi pencucian yang  baru ini terbukti begitu efektif bahkan terlalu kuat sehingga menghilangkan semua pelapis alami dari kain (minyak dan lemak) yang digunakan untuk fungsi pelembutan. Stres mekanis yang kuat dari proses pencucian juga mengakibatkan benang penyusun kain terdegradasi sehingga fleksibilitas kain menurun. Suhu pencucian yang tinggi juga membuat kain menjadi kasar dan kusut.
            Pelapisan kain dengan bahan lemak bisa menanggulangi kerusakan yang disebabkan oleh kondisi pencucian yang agresif. Proses pelapisan ini bisa dilakukan pada saat pembilasan, saat proses pengeringan atau bahkan pada saat pencucian. Hasil kelembutan yang terbaik didapatkan  pada saat pemberian bahan pelembut pada pembilasan terakhir dari ritual pencucian. Dikarenakan produk pelembut ini mengalami pengenceran yang sangat besar maka bahan aktif pelembut haruslah menunjukkan affinitas yang sangat besar terhadap substrat. Karena itu kebanyakan pelembut pakaian dibuat dari bahan surfaktan kationik yang menunjukkan afinitas luar biasa terhadap kain.disamping itu surfaktan kationik juga sangat efisien dalam menetralkan listrik statis.
         Surfaktan kationik pertama kali muncul dipasaran tahun 1933 dan digunakan sebagai agen dalam proses pewarnaan di industri tekstil. Beberapa surfaktan kationik pertama kali disintesis oleh Ciba (Swiss) dan dijual dengan merk sapamines. Bereaksi sangat cepat dan memberikan efek lembut pada kain segera disadari oleh para produsen tekstil sehingga digunakan sebagai bahan untuk melapisi kain sebagai proses finishing.
            Pada tahun 1940an surfaktan kationik digunakan secara luas sebagai pelembut di industri pencucian pakaian. Dengan banayaknya keuntungan yang diberikan oleh surfaktan ini maka hal ini menumbuhkan keinginan untuk menciptakan sebuah produk baru yang digunakan untuk keperluan rumah tangga. Produk pembilas cair yang terbuat dari surfaktan kationik untuk penggunaan rumah tangga pertama kali muncul dipasar lokal di amerika pada tahun 1955 dan diluncurkan secara nasional tahun 1957. Pada  awal munculnya produk ini bahan aktifnya berupa senyawa kationik yang mengandung nitrogen dengan dua gugus alkil hydropobhic berantai panjang. Gugus alkil biasanya didapatkan dari asam lemak (dari lemak sapi) atau trigliserid dengan kandungan rantai c16-c18.
            Dipasar eropa produk sejenis muncul pertama kali dijerman tahun 1963 dan menjadi pasar terbesar diluar AS. Produk awal yang beredar dipasar tersusun atas bahan aktif yang meliputi 4-6%, pewangi dan bahan pengental. Bahan aktif yang berupa dihydrogenated tallowdimethyl ammonium chloride,DTDMAC didispersi dalam air dengan cara yang sederhana. Selama lebih dari tiga dekade DTDMAC menjadi bahan baku utama yang paling banyak digunakan untuk produk pelembut cair. Pada tahun 1990 lembaga lingkungan Eropa menyatakan bahwa senyawa ini berbahaya bagi lingkungan walau dampak terhadap lingkungan tidak terlihat selama lebih dari 30 tahun penggunaannya seperti yang terlihat dalam simulasi percobaan lapangan. Pelarangan ini terutama dinegara Jerman dan Belanda yang melihat data hasil percobaan bahwa DTDMAC sulit terdegradasi dan sifat racunnya didalam air. Pada tahun 1991 beberapa produsen besar secara sukarela mengganti DTDMAC dengan senyawa yang lebih ramah lingkungan seperti diester kwartener, imidazoline ester, ester amidoamine atau garam asam amina tersier.
                        Selain senyawa diatas sekarang ada beberapa senyawa pelembut baru yang kurang
terkenal seperti pentaeritritol ditallowate, erterquate polyol berbasis gliserin, 1.1 ethylene –
bis(2 tallow- alkyl-3metil imidazolinium)metil sulfate, turunan hydroxyethyl
ethylenediaminealkil piriminidium, clay dan silikon..

JENIS PRODUK PELEMBUT
            Ada empat jenis produk pelembut utama yang beredar dipasaran dilihat dari metode penggunaannya.
·   Pelembut yang digunakan pada saat membilas ( rinse cycle softeners)
·   Pelembut yang penggunaanya pada saat pengeringan ( dryer added softeners)
·   Pelembut yang diaplikasikan pada saat dalam proses pencucian (wash cycle softeners)
·   Pelembut yang lansung dicampurkan dalam detergen (softergents)
   Dari keempat macam produk pelembut diatas hanya produk dalam kategori no 1 yang dinilai paling efektif. Penggunaan produk kategori no 1 pada pakaian setelah penghilangan kotoran dan sisa  detergen dari proses pencucian utama terbukti efektif mencegah:
·   Pembentukan garam netral hasil reaksi dengan surfaktan anionik dari detergen
·   Redeposisi kotoran yang tersuspensi
·   Pelapisan yang tidak seragam
            Produk pelembut kategori no 1 diproduksi dengan mencampurkan secara perlahan bahan aktif yang telah dilelehkan kedalam air yang bersuhu 50-70 oC. Dan kemudian ditambahkan bahan-bahan lain untuk selanjutnya didinginkan.
   Produk pelembut kategori no 2 diproduksi dari lembaran busa poliuretane atau material nonwoven yang diempregnasi dengan bahan aktifnya. Lembaran busa poliuretane atau material non woven berfungsi sebagai carrier.
            Produk pelembut kategori no 3 digemari konsumen di AS yang mempunyai mesin cuci yang  tidak dilengkapi dengan dispenser otomatis untuk rinse cycle softeners. Efektifitas pelembut jenis ini jauh berkurang karena bereaksi dengan surfaktan anionik yang berasal dari detergen yang digunakan untuk proses mencuci. Tingkat penjualan produk ini sangat terbatas.
            Softergents adalah sebuah kombinasi dan kompromi antara sistem detergen yang berfungsi untuk membersihkan pakaian dengan sistem pelembut yang berfungsi untuk melembutkan. Dengan hadirnya produk ini konsumen diuntungkan karena mempersingkat waktu pencucian secara keseluruhan. Ada 2 tipe softergent yang beredar yaitu yang berbentuk cairan dan berupa bubuk.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEEFEKTIFAN PELEMBUT
            Menempelnya (deposisi ) jumlah partikel pelembut pada pakaian bukanlah satun-satunya faktor yang menentukan keefektifan produk pelembut pakaian ada faktor lainnya yang mempengaruhi fungsi pelembutan ini termasuk:
  • Panjang rantai dan tipe gugus alkil pengganti, sifat dan panjangnya rantai alkil berpengaruh terhadap efektifitas fungsi pelembutan. Secara umum bisa dikatakan bahwa semakin hydropobhic suatu pelembut maka semakin banyak jumlah partikel yang menempel pada kain sehingga performa pelembutannya semakin bagus. Laporan dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DTDMAC memperlihatkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan dicocomethyl ammonium chlorid dan monotallowtrimethyl ammonium chloride pada konsentrasi molar yang sama. Penelitian lain juga memberikan data secara berturut-turut dari tetraalkil kwartener, mono C22>diC12>monoC18 untuk efek pelembutannya. Derajat kejenuhan dari rantai alkil juga faktor substansial yang mempengaruhi efektifitas pelembut, dari sebuah data penelitian didapatkan adanya korelasi linear terbalik antara iodine number dari pelembut dengan performa pelembutan. Sebagai contoh saat iodine number dari pelembut tipe imidazoline ( panjang rantai alkil C16-C18) meningkat maka performa dari produk tersebut menurun secara linear.
  • Struktur molekul dari pelembut, penambahan gugus polar seperti hydroxyl dan ethoxy kedalam molekul pelembut cenderung mengurangi efektifitas produk, walaupun gugus polar ini meningkatkan angka dispersi dari produk. Luasan area kain yang ditempati oleh molekul pelembut mempengaruhi performa pelembut. Semakin luas area yang ditempati oleh satu molekul maka semakin kecil efek pelembutannya.
  • Jenis kain, DTDMAC diadsorpsi ( diserap) dengan sangat baik oleh kain wol dan katun. Akan tetapi nilai adsorpsi (penyerapan) itu akan menurun dengan drastis pada kain sintetis yang bersifat nonpolar dan hydrophobic seperti polyester dan polyacrylonitrile.
  • Ukuran partikel dari dispersi pelembut, ukuran partikel yang lebih kecil akan lebih seragam terdeposit pada permukaan kain dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar. Salah satu data penelitian dengan sangat gamblang memperlihatkan distearildimetil amonium klorid yang didispersi dalam ukuran mikro (90% berukuran dibawah 1μm) terserap lebih cepat pada kain katun dibanding dengan distearildimetilamonium klorid yang didispersi dalam ukuran makro (80% berukuran antara 1 dan 10μm). Selain efek pelembutan dan efek antistatisnya juga lebih superior. Beberapa faktor lain yangjuga  mempengaruhi fungsi pelembutan dan deposisi dari produk pelembut pakaian  termasuk pH air pembilas,temperatur,kesadahan dan juga konsentrasi pelembut. Deposisi meningkat pada kisaran pH 2-9, akan tetapi lebih menguntungkan apabila membuat kondisi pencucian pada pH netral atau sedikit basa guna mempermudah  cakupan yang seragam terhadap permukaan kain serta untuk menghindari hydrolisis produk pelembut (terutama yang mengandung bahan ester)

MEKANISME DEPOSISI
            Ada dua teori yang membahas tentang mekanisme deposisi partikel pelembut pada kain. Teori pertama menjelaskan bahwa peristiwa deposisi partikel pelembut pada kain adalah peristiwa yang melibatkan pertukaran ion molekuler dan proses adsorpsi fisika. Permukaan kain katun mempunyai potensi zeta negatif karena adanya gugus asam karboksilat dari selulosa yang teroksidasi. Ikatan (proses penempelan) awal dari pelembut kationik pada permukaan katun terjadi dengan sebuah pertukaran counterion positif yang dimiliki oleh gugus karboksilat dari katun dengan kation dari pelembut. Setelah proses pertukaran ion ini maka adsorpsi pelembut pada kain terjadi secara fisika yang tidak lagi membutuhkan muatan permukaan.
            Pada teori kedua mekanisme deposisi partikel pelembut pada kain bukanlah disebabkan karena tarikan elektrostatis tetapi dikarenakan adanya pelepasan/pelontaran secara hydrophobic molekul pelembut dari media/fase air. Hal ini ditunjukan pada softener berbahan dasar DTDMAC, pada produk pelembut yang berbahan senyawa ini, DTDMAC terdispersi didalam air dan berbentuk/berupa vesicle (struktur yang berlubang) yang bermuatan positif sedangkan rantai lemaknya benar-benar terpisah dari sistem air. Pada saat pembilasan struktur vesicle DTDMAC yang dimasukkan kedalam air pembilasan akan termodifikasi sehingga rantai lemaknya akan kontak dengan air sehingga DTDMAC akan terlontar secara hydrophobik keluar dari fase air dan menempel pada permukaan kain. Spesi yang terlontar ini adalah molekul tersendiri yang berbeda dengan molekul pelembut awal hingga kini belum diketahui sifatnya dengan jelas. Penelitian terakhir juga menunjukkan bahwa penyerapan  dispersi DTDMAC pada permukaan kain adalah sebagai partikel multi lapisan, bukan lapisan tunggal atau lapisan ganda.



PEMBUATAN PELEMBUT  PAKAIAN SKALA LABORATORIUM

Bahan yang dibutuhkan
  • Supersoft                                                         1300 gram
  • Benzalkonium chloride                                               15 ml
  • Na benzoat                                                      5 gram
  • Perfume                                                           75 ml
  • Dye/pewarna air                                              4 ml
  • Air                                                                   6000 ml






Langkah kerja

  • Panaskan air hingga suhu 60 oC
  • Masukan secara berturut-turut benzalkonium chloride, supersoft kedalam air yang telah dipanaskan hingga 60oC, aduk hingga supersoft terdispersi secara sempurna
  • Masukkan pewarna dan aduk hingga rata.
  • Setelah diaduk selama 30 menit dinginkan adonan hingga pada suhu 35oC
  • Masukkan perfume kedalam adonan dan aduk lagi secara konstan selama 30 menit.
  • Masukkan Na benzoat dan aduk secara sempurna.
  • Produk pelembut siap dipacking.

Keterangan: supersoft adalah merk dagang yang kandungan aktifnya berupa ditallow dimethyl ammonium chloride hydrogenated tallow alkyl.


Daftar Pustaka
Di susun oleh anak Teknik Kimia Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, yang telah di bimbing oleh Mas Yudi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar